

Allah ﷻ sudah menetapkan sebelum diciptakannya langit dan bumi
bahwasannya bulan itu ada 12 dan menegaskan agar janganlah kita menzalimi diri sendiri
terutama di bulan-bulan haram. Allah ﷻ berfirman,
ﵟإِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ
ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا
تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ ﵞ
“Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya ada empat bulan haram (yang dimuliakan). Itulah (ketetapan) agama
yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan-bulan) itu.” (QS
At-Taubah: 36).
Salah
satu dari bulan haram adalah Bulan Muharram. Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ
الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ: ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ
:ذُو
ٱلْقَعْدَةِ، وَذُو ٱلْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ،
“Sesungguhnya waktu telah
berputar sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi.
Setahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan yang haram:
tiga berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram...” (HR Bukhari, no. 4642).
Lalu, ada apa dengan bulan Muharram?
1.
Bulan Muharram bulan dimana kaum Muslimin dilarang untuk
berperang
Islam memiliki kalender atau penanggalan sendiri, yaitu
tahun Hijriyah. Tahun Hijriyah dimulai dengan bulan Muharram dan diakhiri
dengan bulan Dzulhijjah. Pada dua bulan tersebut kaum Muslimin dilarang untuk
berperang. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama kedamaian, mengawali tahun
dan mengakhirinya dengan perdamaian.
2.
Kebaikan dan keburukan di bulan Muharram dilipatgandakan
Seseorang jika melakukan amal shalih pada bulan Muharram,
maka pahalanya akan dilipatgandakan, begitupun sebaliknya, jika dia melakukan
keburukan, maka dosanya akan dilipatgandakan. Dahulu para salafus shalih
mengagungkan 10 hari awal pada bulan Muharram. Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab
dalam Latha’iful Ma’arif Hasan Al-Bashri berkata,
إِنَّ
اللَّهَ افْتَتَحَ السَّنَةَ بِشَهْرٍ حَرَامٍ، وَخَتَمَهَا بِشَهْرٍ حَرَامٍ،
فَلَيْسَ شَهْرٌ فِي السَّنَةِ بَعْدَ رَمَضَانَ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ مِنَ
الْمُحَرَّمِ.
“Sesungguhnya Allah memulai tahun dengan bulan
haram dan mengakhirinya dengan bulan haram, maka tidak ada bulan dalam setahun
setelah Ramadhan yang lebih agung di sisi Allah daripada bulan Muharram.” (Latha’iful Ma’arif, Ibnu
Rajab, hlm. 87)
3.
Sebaik-baiknya puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa
di bulan Muharram
Rasulullah ﷺ bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ،
شَهْرُ ٱللَّهِ ٱلْمُحَرَّمُ،
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah
puasa di bulan Allah yaitu Muharram.” (HR Muslim, no. 1163).
Sebagian ulama berpendapat bahwa sebaik-baiknya puasa
satu bulan penuh itu di bulan Muharram, tetapi kita tahu bahwa Nabi ﷺ tidak pernah
puasa satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Maka perbanyaklah puasa di
bulan Muharram. Kapan puasanya? Bebas kapan saja, yang terpenting jangan sampai
di bulan Muharram seseorang tidak berpuasa, kenapa? Karena keutamaan puasa di
bulan Muharram yang besar dan keutamaan puasa itu tersendiri, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad ﷺ ketika ditanya
tentang amalan yang utama,
عَلَيْكَ
بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ
“Hendaklah engkau berpuasa, karena
tidak ada yang sebanding dengannya (tidak ada tandingannya).” (HR An-Nasai, no. 2222,
dishahihkan oleh Syekh Al-Albani).
Bagaimana seseorang mengontrol
syahwanya, menundukkan nafsunya dengan berpuasa. Bahkan Nabi ﷺ bersabda tentang besarnya keutamaan puasa,
قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ
لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Allah ﷻ
berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali
puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR Bukhari, no. 1915).
Kenapa demikian? Karena dia meninggalkan makan, minum,
dan syahwatnya karena Allah ﷻ. Maka
hendaknya seseorang menyempatkan dirinya berpuasa di bulan Muharram, terutama
pada tanggal 10 Muharram, karena berpuasa pada tanggal tersebut memiliki
keutamaan yang besar. Rasulullah ﷺ bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah ﷻ
agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim, no. 1162).
4.
Tanggal 10 Muharram dijadikan oleh Syiah sebagai hari
berduka atas wafatnya cucu Nabi ﷺ, yaitu Husein radhiyallahu ‘anhu
Hal ini bertentangan dengan apa yang Nabi ﷺ lakukan,
dimana Nabi menjadikan hari tersebut untuk bersyukur, sedangkan syiah
menyelisinya dengan menjadikannya sebagai hari untuk bersedih. Lantas, apakah
kita tidak bersedih dengan wafatnya cucu Nabi ﷺ? Tentu kita
bersedih. Siapa yang tidak sedih atas meninggalnya cucu Nabi ﷺ, pemimpin
pemuda-pemuda surga, seseorang yang dicintai Nabi ﷺ, tetapi bukan
berarti kita membuat ibadah baru. Karena ibadah yang telah ditetapkan pada
tanggal tersebut adalah berpuasa. Ritual tersebut juga tidak sesuai syariat
dan bertentangan dengan ajaran
Nabi ﷺ, yang melarang
meratap dan menyakiti diri saat tertimpa musibah.
5.
Tanggal 10 Muharram sering disebut sebagai hari anak
yatim
Tidak ada dalil shahih dalam Al-Qur’an maupun hadits yang
secara khusus menyebutkan bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari anak yatim. Maka, jika ingin menetapkan tanggal 10 Muharram sebagai
hari anak yatim, harus memerlukan dalil yang mengkhususkannya. Akan
tetapi Rasulullah ﷺ
pernah bersabda tentang keutamaan berbuat baik kepada anak yatim, beliau
bersabda,
أَنَا
وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا": وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ:
السَّبَّابَةِ والوُسْطَى ، وفرَّج بينهما شيئًا
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim akan berada di
surga seperti ini.”
Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, lalu
merenggangkan sedikit keduanya. (HR Bukhari, no. 6009).
Adapun hadits yang menjelaskan bahwa barangsiapa yang memperluas
pemberian atau nafkah kepada keluarganya di hari Asyura, maka Allah akan
memberinya keluasan rezeki selama setahun penuh, hadits tersebut dhaif
(lemah). Tetapi sebagian ulama ada yang menshahihkannya kemudian mengamalkan
hadits tersebut. Maka harapannya pada bulan Muharram, seseorang banyak
melakukan kebaikan, seperti berbagi atau berinfak dan menjauhi keburukan, dan
sejatinya berbagi tidak perlu menunggu hari Asyura atau 10 Muharram, tetapi
bisa kapanpun.
Bulan Muharram adalah momentum istimewa yang seharusnya diisi dengan amal kebaikan, introspeksi diri, dan memperbanyak ibadah, terutama puasa dan memperhatikan sesama. Meskipun tidak ada dalil khusus yang menetapkan 10 Muharram sebagai hari anak yatim, semangat untuk menyantuni dan menyayangi anak-anak yatim tetap sangat dianjurkan dalam Islam, kapan pun waktunya. Jangan sia-siakan kemuliaan bulan ini dengan kelalaian atau perbuatan sia-sia. Isilah hari-hari Muharram, terutama hari Asyura, dengan amal saleh, doa, dan rasa syukur kepada Allah ﷻ. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang mencintai kebaikan dan diberi keberkahan sepanjang tahun.
Tulisan
ini disadur dari kajian berjudul “Ada Apa Dengan Bulan Muharram” yang disampaikan
oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat
Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru


