Adabul Mufrod: Tathayyur (Anggapan Sial) dalam Pandangan Islam
Adabul Mufrod: Tathayyur (Anggapan Sial) dalam Pandangan Islam

Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang percaya pada tanda-tanda sial, seperti batal bepergian karena melihat burung tertentu, takut angka tertentu, atau menghindari hari-hari yang dianggap membawa nasib buruk. Dalam Islam, ini disebut thiyarah atau tathayyur, yakni anggapan sial tanpa dasar syariat.

 

Meskipun zaman sudah maju, kepercayaan semacam ini tetap ada, hanya saja bentuknya lebih modern: percaya ramalan zodiak, muncul firasat buruk lalu membatalkan rencana, atau memilih hari tertentu untuk memulai usaha. Padahal, semua yang terjadi sepenuhnya ada di tangan Allah, bukan pada tanda-tanda tersebut.

 

Para ulama membedakan tathayyur (sekadar perasaan waswas) dengan thiyarah (tindakan nyata yang mengikuti perasaan tersebut). Jadi, jika hanya merasa waswas, tetapi tetap melanjutkan rencana, itu belum termasuk thiyarah. Namun, jika perasaan itu diikuti hingga mengubah keputusan, barulah masuk kategori thiyarah.

 

Lebih jauh lagi, ada pula yang mencari “perlindungan” lewat interaksi dengan jin. Padahal Allah telah mengingatkan bahwa berlindung kepada jin justru membuat manusia semakin tersesat, Allah berfirman,

 

ﵟوَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٞ مِّنَ ٱلۡإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٖ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَزَادُوهُمۡ رَهَقٗاﵞ 

"Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari golongan jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS. Al-Jin: 6)

 

Jin sering memanfaatkan manusia, bahkan kadang meminta sesajen atau tumbal berkedok kebaikan seperti kasus jin yang meminta penyembelihan sapi agar mau keluar dari tubuh seseorang. Inilah bentuk penghambaan tersembunyi yang harus diwaspadai.

 

Kisah dari Aisyah radhiallahu ‘anha juga memberi pelajaran berharga. Dalam Al-Adab Al-Mufrad, diceritakan bahwa Aisyah pernah mendapati bayi yang di bawah kepalanya diletakkan pisau cukur sebagai “penolak gangguan jin.” Aisyah pun melempar pisau itu dan menegur mereka dengan lembut, seraya mengingatkan bahwa Rasulullah sangat membenci thiyarah(Anggapan sial). (HR Bukhari dalam Adabul Mufrod, no. 912)

 

Meski riwayat ini tergolong lemah (dhaif), nilai pelajarannya sangat dalam. Aisyah mengajarkan kita untuk menolak hal-hal yang bertentangan dengan tauhid, tetapi tetap dengan cara yang lembut dan bijak. Ia tidak langsung memarahi, melainkan bertanya dulu, baru menjelaskan. Sebuah pelajaran penting dalam menasihati atau mengingatkan kesalahan.

 

Kisah Aisyah ini selaras dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu,

 

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلَّا، وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.

“Tiyarah (anggapan sial) adalah syirik, tiyarah adalah syirik, tiyarah adalah syirik. Dan tidak ada seorang pun di antara kita kecuali (pernah terlintas tathayyur dalam hati), namun Allah menghilangkannya dengan tawakal.” (HR Abu Dawud no. 3910, dishahihkan oleh Syekh Al-Albani)

 

Keyakinan terhadap pertanda sial atau tathayyur bukan hanya warisan budaya yang keliru, tetapi juga bertentangan langsung dengan ajaran tauhid yang murni. Islam mengajarkan bahwa tidak ada satu pun makhluk, baik burung, angka, hari, maupun benda, yang memiliki kuasa untuk mendatangkan manfaat atau mudarat, kecuali dengan izin Allah. Melalui kisah Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha, kita belajar bahwa sikap seperti ini tidak boleh dibiarkan tumbuh dalam diri seorang Muslim.

 

Jika suatu saat terlintas dalam hati prasangka sial, maka ingatlah untuk segera kembali bertawakal kepada Allah. Sebab dengan tawakal, Allah akan menghapuskan bisikan-bisikan tathayyur yang tak berdasar. Maka, kuatkanlah iman, benahi keyakinan, dan jangan biarkan syirik tersembunyi merusak tauhid yang seharusnya bersih dan teguh dalam hati.

 

Tulisan ini disadur dari kajian berjudul “Hidup berbahagia dengan optimis” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).