

Setiap
aspek kehidupan manusia di dunia (termasuk memiliki anak), kelak akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah ﷻ. Sebuah
nasihat bijak dari Ali bin Abi Thalib,
ketika
suatu ketika ia ditanya tentang dunia, beliau menjawab dengan kata-kata singkat
tetapi sangat mendalam,
قَالُوا لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ:
صِفْ لَنَا الدُّنْيَا، قَالَ: أُطِيلُ أَمْ أُقْصِرْ؟ قَالُوا بَلْ قَصِّرْ:
قَالَ: حَلَالُهَا حِسَابٌ، وَحَرَامُهَا عَذَابٌ
“Mereka berkata kepada Ali bin Abi Thalib: ‘Jelaskanlah
kepada kami tentang dunia.’ Ia berkata: ‘Kalian ingin penjelasan panjang atau
singkat?’ Mereka menjawab: ‘Singkat.’ Maka Ali berkata: ‘Yang halal akan
dihisab, dan yang haram akan diazab.’” (Kitab az-Zuhud, Abu Dawud, hlm. 119)
Dunia ini, sebagaimana dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib
yang halal dalam dunia ini akan dihisab, dan apa yang diharamkan di dalamnya akan
diazab. Maka penting bagi setiap orang tua untuk merenungi, ketika mereka
bekerja keras siang dan malam, sering kali terucap, "demi anak, akan
saya usahakan." Ketahuilah bahwa kelak semua itu akan dihisab.
Pertanyaannya: “benarkah ia bekerja demi anaknya? Ataukah
hanya demi kesenangan dan ambisi pribadinya? Sebab, bekerja untuk memberi
nafkah kepada anak memang termasuk jihad fī sabīlillāh (berjuang di
jalan Allah), tetapi tetap akan dimintai pertanggungjawaban.
Bagaimana jika ternyata nafkah yang diberikan itu berasal
dari sesuatu yang haram? Ada orang yang bercita-cita memiliki banyak anak agar
bisa memperbanyak umat Nabi Muhammad ﷺ, dan berharap
di masa tua ada yang mendoakan dirinya. Tapi jika ternyata apa yang diberikan
kepada anak-anaknya berasal dari harta yang tidak halal, maka itu akan menjadi
sebab malapetaka. Rasulullah ﷺ
bersabda,
كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ
فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
"Setiap jasad yang tumbuh dari makanan haram, maka
neraka lebih pantas baginya."
(Hilyatul Auliya, Abu Nu`aim Al-Ashbahani, 1/31. Dishahihkan oleh Syekh
Al-Albani)
Artinya, anak-anak yang tumbuh dari makanan haram akan
menyeret mereka dan juga orang tuanya ke neraka. Ini menjadi pertimbangan
penting bagi setiap orang tua yang ingin memiliki anak, luruskan niat dan
tempuhlah jalan yang dibenarkan oleh syariat.
Belajar dari Do’a Para Nabi Meminta Keturunan Yang Saleh
Jika kita telusuri, doa para Nabi ketika memohon
keturunan, yang mereka minta bukan sekadar anak, melainkan keturunan yang baik
dan sholeh. Allah ﷻ
menggambarkan bagaimana Nabi Zakaria ‘alaihis salam berdoa dengan penuh
harap dan keikhlasan,
ﵟوَزَكَرِيَّآ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥ
رَبِّ لَا تَذَرۡنِي فَرۡدٗا وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلۡوَٰرِثِينَﵞ
“Dan
(ingatlah kisah) Zakaria, ketika ia berdoa kepada Tuhannya, ‘Ya Tuhanku,
janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan), dan
Engkaulah ahli waris yang terbaik.’” (QS Al-Anbiya’: 89)
Perhatikan
bagaimana Nabi Zakaria ‘alaihis salam dengan penuh ketulusan dan harapan
memanjatkan doanya kepada Allah, agar tidak dibiarkan hidup sendirian tanpa
keturunan. Doa ini mencerminkan keyakinan yang mendalam dari Nabi Zakaria bahwa
ia dan istrinya sudah tidak memungkinkan untuk memiliki anak, tetapi Allah Maha
Kuasa untuk tetap memberikan keturunan. Beliau juga berdoa,
ﵟقَالَ رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ
ذُرِّيَّةٗ طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِﵞ
“Ya
Tuhanku, anugerahilah kepadaku dari sisi-Mu seorang anak yang shalih.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengabulkan doa” (QS Ali-Imran: 38).
Doa Nabi
Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salam,
ﵟرَبَّنَا وَٱجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَيۡنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةٗ مُّسۡلِمَةٗ لَّكَﵞ
“Ya
Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu dan
(jadikanlah) di antara anak keturunan kami umat yang tunduk patuh kepada-Mu” (QS
Al-Baqarah: 128).
Dengan demikian, sesungguhnya anak-anak kita adalah ujian
dari Allah. Ada yang mampu melewati ujian tersebut dengan baik, dan ada pula
yang tidak. Semoga hal ini menjadi manfaat, pengingat, sekaligus pendorong bagi
kita semua untuk terus istiqamah dalam mendoakan kebaikan bagi anak-anak kita,
serta senantiasa mengulanginya dengan penuh harap. Bagi yang belum dikaruniai
seorang anak, teruslah berdoa, meminta kepada Allah dengan penuh harap pula.
Barokaallahu fiikum.
Tulisan ini disadur dari
serial kajian serial rukun iman berjudul “Mengevaluasi Peran Orang Tua” yang
disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah
Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru




