Bagi mereka yang jauh dari orang tuanya, walaupun orang tua memberikan kebebasan untuk memilih, kita harus memahami bahwa orang tua tidak ingin menyusahkan anaknya atau lebih mengutamakan kebahagiaan anaknya. Namun, sejatinya kebahagiaan mereka terletak pada dekatnya anak-anak dengan mereka.
Ada sebuah kisah tentang seorang anak yang jarang berkomunikasi dengan orang tuanya setelah menikah. Suatu hari, istrinya mengingatkan untuk mengunjungi ibunya. Ketika ditelepon ibunya bertanya-tanya, “Engkau bagaimana keadaan? Engkau tidak apa-apa, kan? Bagaimana dengan istri dan anak-anakmu?” ibunya bertanya-tanya karena merasa aneh dan khawatir ketika tiba-tiba anaknya meneleponnya dan mengajak dirinya makan bersama.
Ketika anak tersebut menjemput ibunya, ibunya telah menantinya di depan pintu tampak sangat bahagia. Mereka pergi ke sebuah restoran, dan pada saat melihat menu, ibunya tertawa karena anaknya lupa kalau ibunya sudah tidak bisa membaca tanpa kacamata. Anaknya kemudian membacakan menu untuknya satu per satu. Pada saat dibacakan, ibunya senyum, bahagia sekali, karena dulu ibunya membacakan untuk anaknya pada waktu kecil.
Setelah makan, anak bertanya,
“Kapan kita makan bareng lagi, Umi?” Ibunya menjawab, "Kapan-kapan Umi akan mentraktirmu."
Setelah beberapa waktu, ibunya sakit dan dirawat di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Kesempatan untuk makan bersama dengan ibunya pun tidak ada lagi.
Setelah pemakaman ibunya selesai. Beberapa waktu setelah itu, seseorang dari restoran menelepon anak tersebut, mengatakan bahwa seseorang telah memesan makanan untuknya sekeluarga dan sudah membayarnya. Sesampainya di restoran, rupanya yang mengundang tersebut adalah ibunya yang sudah meninggal. Kisah ini menunjukkan bagaimana ...
"... Seorang ibu tidak pernah lupa dengan anaknya.
Namun, terkadang kita lebih mengutamakan istri dibandingkan ibu kita."
Ditulis oleh Unit Publikasi, sumber: “Tentang Ibu”