Lika-Liku Rumah Tangga
Lika-Liku Rumah Tangga

Islam begitu rinci dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Namun, banyak di antara kita yang menjalani kehidupan ini tanpa berpegang pada petunjuk. Berapa banyak orang yang menikah, tetapi pernikahannya tidak sesuai dengan syariat Islam? Bahkan setelah berumah tangga pun banyak yang menjalaninya tanpa mengikuti aturan-aturan Allah.

 

Allah berfirman,

ﵟوَإِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٖۚ وَلَا تُمۡسِكُوهُنَّ ضِرَارٗا لِّتَعۡتَدُواْۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ وَلَا تَتَّخِذُوٓاْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوٗاۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَمَآ أَنزَلَ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡحِكۡمَةِ يَعِظُكُم بِهِۦۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞﵞ 

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah: 231)

 

Dalam Islam, talak (cerai) yang masih boleh dirujuk hanya sebanyak dua kali. Jika telah terjadi tiga kali talak, maka tidak ada lagi pintu untuk rujuk, kecuali si perempuan telah menikah dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dengan suaminya dengan cara yang sah. Namun, dalam realitas kehidupan, kita sering melihat kondisi yang memprihatinkan. Ada suami yang telah menceraikan istrinya hingga sepuluh kali, tetapi mereka masih tinggal serumah, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian.

 

Orang-orang Jahiliah dahulu tidak memiliki batasan dalam perceraian. Mereka bisa menceraikan istrinya hingga sepuluh kali, lalu merujuknya kembali sepuluh kali. Akibatnya, istri tersebut tidak pernah benar-benar lepas atau bisa menikah lagi. Setiap kali masa iddah hampir habis, suaminya merujuknya kembali. Misalnya, setelah hampir tiga bulan masa iddah berjalan, suaminya berkata, "Aku rujuk engkau," lalu beberapa waktu kemudian menceraikannya lagi. Begitu seterusnya.

 

Dalam Islam, hal seperti itu tidak dibenarkan. Islam mengatur masalah perceraian dengan batasan yang jelas. Oleh karena itu, bagi siapa pun yang merujuk istrinya dengan niat yang jahat, hendaknya dia ingat bahwa Allah mengetahui isi hati setiap insan. Allah berfirman,

 

ﵟيَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا 1ﵞ 

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS An-Nisaa': 1)

 

Bayangkan, dari miliaran manusia di dunia ini, baik laki-laki maupun perempuan semuanya berasal dari satu orang. Pada awalnya, Allah menciptakan Nabi Adam 'alaihissalam. Dari satu jiwa ini, Allah menciptakan pasangannya, yaitu Hawa. Jika Adam diciptakan dari tanah, maka Hawa diciptakan dari diri Adam 'alaihissalam.

 

Orang-orang Nasrani mengklaim bahwa Nabi Isa adalah anak Tuhan, karena dilahirkan tanpa seorang ayah. Namun, Nabi Adam bahkan tidak memiliki ayah maupun ibu. Demikian pula Hawa, yang tidak memiliki ayah dan ibu, melainkan diciptakan langsung dari seorang laki-laki. Semua ini menunjukkan kebesaran Allah .

 

Surah An-Nisaa menunjukkan perhatian besar Islam terhadap kaum perempuan. Sebagian perempuan mungkin merasa dizalimi, seolah-olah para ustadz lebih memihak kepada para suami daripada istri. Namun, sebenarnya tidak demikian. Allah sangat peduli terhadap perempuan. Para perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajiban mereka. Namun, laki-laki memiliki kelebihan dibandingkan perempuan. Kelebihan ini, secara logika, fitrah, dan pancaindra, dapat terlihat dengan jelas. Allah berfirman,

 

ﵟوَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡهِنَّ دَرَجَةٞۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 228ﵞ 

“Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS Al-Baqarah: 228)

 

Dari sekian banyak bagian tubuh, Allah memilih tulang rusuk sebagai asal penciptaan perempuan. Para ulama, ketika mengkaji hikmah di balik hal ini, menemukan pesan penting: laki-laki tidak bisa hidup tanpa perempuan, karena ia membutuhkan seorang pendamping. Nabi Adam 'alaihissalam berada di surga, di tempat yang penuh keindahan, tetapi tanpa kehadiran perempuan, beliau tetap merasa kesepian. Demikian pula seseorang yang kaya raya tetapi tidak memiliki istri, sejatinya ia tetap hidup dalam penderitaan. Rasulullah bersabda,

 

الدُّنْيَا ‌مَتَاعٌ. وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

"Dunia itu adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah istri yang shalehah." (HR Muslim, no. 1467)

 

Namun, jika seorang istri tidak shalehah, maka lebih baik seorang laki-laki tidak memiliki istri. Kehidupan rumah tangganya akan terasa seperti neraka. Banyak laki-laki yang merasa tidak betah di rumah, ini adalah sesuatu yang perlu dipahami oleh para istri. Ada seorang suami yang pernah curhat kepada seorang ustadz, ia berkata, "Ustadz, saya sengaja pulang ke rumah setelah istri saya tidur." Ketika ditanya alasannya, ia menjawab,

"Kalau saya pulang lebih awal, saya pasti langsung diinterogasi: ‘Dari mana?' 'Kenapa begini?' 'Kenapa begitu?' Padahal, saya sudah capek bekerja.”

 

Keinginan suami sederhana, pulang ke rumah, disambut dengan ketenangan dan kasih sayang. Bukankah istri itu seharusnya menjadi sumber ketenangan bagi suaminya? Tetapi kenyataannya, banyak yang justru merasa lebih tenang ketika istri dan anak-anaknya sudah tidur, supaya tidak ada keributan di rumah.

 

Oleh karena itu, para istri perlu menyadari bahwa mereka diciptakan untuk menghadirkan kedamaian, ketentraman, dan ketenangan di dalam rumah tangga.

 


Tulisan ini disadur dari kajian berjudul “Memperbaiki Rumah Tangga yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).