Makna Keberadaan Kita di Dunia
Makna Keberadaan Kita di Dunia

 

            Mengapa kita dan kedua orang tua kita ada di muka bumi ini? Mengapa gunung-gunung diciptakan oleh Allah? Mengapa mentari itu terbit dari timur dan tenggelam di barat? Mengapa kita bisa melihat berbagai macam bintang di langit, dan merasakan kebahagiaan ketika melihatnya? Mengapa ada hutan dan banyaknya binatang? Untuk apa sebenarnya kita berada ada dalam kehidupan ini? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan, ialah untuk mentauhidkan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya.

 

﴿ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ ◌ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ ◌ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ ﴾

“Tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah hanya kepada-Ku. Aku tidak butuh dengan rezeki mereka, Aku juga menginginkan mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah-lah Maha Pemberi rezeki Yang memiliki kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS Adz-Dzariyat: 36-38)

 

            Pada ayat di atas, Allah ta’ala mengatakan, “Manusia dan jin diciptakan untuk mengabdi kepada-Ku, beribadah hanya kepada-Ku, dan taat kepada-Ku. Aku (Allah) juga tidak butuh dengan rezeki yang mereka cari. Tidak perlu dengan sesajen yang mereka sajikan. Tidak perlu pula mereka memberikan makanan kepada-Ku!”

Mengapa bisa demikian? Karena sejatinya, Allah-lah yang memberikan rezeki kepada mereka semua. Manusia, hewan tumbuhan dan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini seluruh rezeki mereka ditanggung oleh Allah ‘azza wa jalla.


﴿ وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ

“Tidak ada satu pun makhkluk yang bergerak di muka bumi ini melainkan rizkinya telah dijamin oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.” (QS Hud: 6)


            Kita semua tahu tentang cerita manusia pertama di muka bumi ini, yaitu Nabi Adam ‘alaihis salam. Mengapa beliau bisa diturunkan ke muka bumi ini? Jawabannya ialah karena satu kesalahan (dosa) Setelah beliau diturunkan ke bumi, Allah jalla jalaluh berpesan,

 

﴿ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

“Apabila datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan tersesat tidak pula celaka.”

(QS Thaha: 123)

 

Pertanyaannya, “Petunjuk apakah itu?”

Jawabannya ada dalam Al-Qur’an surah al-Anbiya’ ayat ke-25, yaitu tauhid. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

 

﴿ وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ

“Tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasa tidak ada Tuhan yang berhak untuk diibadahi dengan benar melainkan Aku (Allah), maka dari itu kalian sembahlah Aku (Allah)!”

(QS Al-Anbiya’: 25)

 

Demikianlah pentingnya tauhid, sampai-sampai Allah menjadikannya prioritas utama dalam dakwah para Nabi dan Rasul ‘alaihimush sholatu was salam. Oleh karena itu, ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, pesan pertama kali yang beliau sampaikan kepada Mu’adz adalah agar dia menyampaikan tauhid.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashrani), oleh karena itu, hal pertama yang sudah seharusnya kau sampaikan adalah mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah. Apabila mereka paham (mau menurutimu), maka yang berikutnya sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan salat lima waktu di setiap siang dan malamnya. Apabila mereka menaatimu dalam hal itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah juga mewajibkan zakat yang bersumber dari harta orang-orang kaya, kemudian diberikan kepada orang-orang miskin yang ada di antara mereka. Apabila mereka menaatimu dalam hal itu, maka silakan ambil harta mereka, dan berhati-hatilah engkau dari harta berharga milik mereka.”[1]

 

            Mengapa harus tauhid terlebih dahulu sebelum amalan dan kewajiban-kewajiban yang lain? Jawabannya, ialah karena …

 

Tauhid merupakan kunci dari segala amal. Jika belum ada tauhid pada diri seorang hamba, maka amalan yang dikerjakannya menjadi sia-sia. Percuma. Tak terbalas. Tak berbekas.

 

            Pada firman-Nya yang lain, Allah ‘azza wa jalla mengutamakan tauhid terlebih dahulu daripada amalan-amalan besar lainnya. Contoh; sebelum seorang hamba berbakti  pada kedua orang tuanya, maka dia harus mentauhidkan Allah terlebih dahulu.


﴿ وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا  ۚ

“Rabb-mu telah memerintahkan, ‘Janganlah kalian beribadah melainkan hanya kepada-Nya, dan hendaklah kalian berbakti pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.” (QS Al-Isra’: 23)

 

Sebagian orang ada yang sangat peduli dengan hablu minannas (berhubungan baik dengan sesama manusia), akan tetapi rusak di hablu minallah (hubungan dengan Allah) Mereka tidak mentauhidkan Allah ‘azza wa jalla.

Sebagian orang memiliki hubungan dengan sesama manusia begitu sangat baik, sehingga menjadi orang yang berguna di tengah-tengah mereka, mendapatkan sanjungan dari banyak orang, dan jasanya menjadi sejarah yang dicatat dengan tinta emas, tetapi bersamaan dengan itu, mereka mempersekutukan Allah. Berbuat syirik kepada Allah. Ketahuilah, segala amalan yang pernah ia lakukan di muka bumi ini, akan menjadi sia-sia kelak di hari Kiamat.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

 

﴿ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan Musyrikin, mereka semua berada di dalam neraka Jahannam, kekal selama-lamanya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk.”

(QS Al-Bayyinah: 6)

 

            Mereka sangat pantas mendapatkan balasan berupa neraka Jahannam, karena mereka telah melakukan kezaliman (kejahatan) yang paling besar. Demikianlah yang Allah kabarkan dalam Al-Qur’an. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,

 

﴿ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

            “Sesungguhnya kesyirikan itu merupakan kezaliman yang sangat besar.”

(QS Luqman: 13)

 

            Sekarang coba renungkan permisalan berikut; ketika engkau memiliki karyawan yang bekerja dengan engkau, kemudian engkau memberikannya fasilitas yang begitu sangat nyaman. Engkau memberikan rumah, mobil beserya supirnya kepada dia, akan tetapi ketika selesai dari jam kerja, dia memberikan hasil pekerjaannya untuk orang lain, bukan kepada engkau. Bukankah ini termasuk dari kejahatan?

            Kita semua sepakat, bahwa ini adalah perbuatan zalim.

            Namun coba renungkanlah kembali; bukankah kedua tangan kita ini sebuah pemberian dari Allah? Bukankah Allah yang menjamin rizki kita, dan Dia-lah yang memberikan akal kepada kita? Tapi kenapa masih ada manusia yang menyembah kepada selain Allah ‘azza wa jalla?!




Ditulis oleh tim Unit Publikasi, diambil dari sumber: Kekuatan Tauhid - Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. Live di Masjid Umar bin Khattab - Banjarmasin 




[1] HR Al-Bukhari, no. 7372. Dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma.